Dalam kitab Tanqih al-Qaul, al-Imam al-Hafidz Jalaluddin bin
Abdurrahman bin Abubakar as-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya sebuah
hadits bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
وقال عليه الصلاة والسلام: {مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ} قالها ثلاث مرات
“Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik.”
Menangislah, karena meninggalnya seorang ulama adalah sebuah perkara
yang besar di sisi Allah. Sebuah perkara yang akan mendatangkan
konsekuensi bagi kita yang ditinggalkan jika kita ternyata bukan
orang-orang yang senantisa mendengar petuah mereka. Menangislah, jika
kita ternyata selama ini belum ada rasa cinta di hati kita kepada para
ulama.
عن ابن عباس ، في قوله تعالى : أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي
الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا سورة الرعد آية 41 قال : موت
علمائها . وللبيهقي من حديث معروف بن خربوذ ، عن أبي جعفر ، أنه قال : موت
عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا .
Ibnu Abbas Ra. berkata tentang firman Allah: “Dan apakah mereka tidak
melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami
kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?”
(QS. ar-Ra’d ayat 41). Beliau mengatakan tentang (مِنْ أَطْرَافِهَا =
dari tepi-tepinya) adalah wafatnya para ulama.”
Dan menurut Imam Baihaqi dari hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far
Ra. berkata: “Kematian ulama lebih dicintai Iblis daripada kematian 70
orang ahli Ibadah.”
Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah
penyebab kehancuran dunia, yaitu firman Allah Swt. yang berbunyi:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا
وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi
daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi
sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. ar-Ra’d ayat 41).
Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Abbas dan Mujahid, ayat ini
berkaitan dengan kehancuran bumi (kharab ad-dunya). Sedangkan kehancuran
bumi dalam ayat ini adalah dengan meninggalnya para ulama. (Tafsir Ibnu
Katsir juz 4 halaman 472).
Rasulullah Saw. yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga
menegaskan wafatnya para ulama sebagai musibah. Rasulullah Saw.
bersabda:
مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ ,
وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ
“Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah
kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang
padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada
meninggalnya satu orang ulama.” (HR. ath-Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir
dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda).
Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu
Umat manusia dapat hidup bersama para ulama adalah sebagian nikmat yang
agung selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita dapat mencari ilmu
kepada mereka, memetik hikmah, mengambil keteladanan dan sebagainya.
Sebaliknya, ketika ulama wafat, maka hilanglah semua nikmat itu. Hal
inilah yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.:
خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ ” ، قَالُوا : وَكَيْفَ يَذْهَبُ
الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ، قَالَ:إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ
يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ
“Ambillah (pelajarilah) ilmu sebelum ilmu pergi.” Sahabat bertanya:
“Wahai Nabiyullah, bagaimana mungkin ilmu bisa pergi (hilang)?”
Rasulullah Saw. menjawab: “Perginya ilmu adalah dengan perginya
(wafatnya) orang-orang yang membawa ilmu (ulama).” (HR. ad-Darimi,
ath-Thabarani no. 7831 dari Abu Umamah).
Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat besar, diantaranya munculnya
pemimpin baru yang tidak mengerti tentang agama sehinga dapat
menyesatkan umat, sebagaimana dalam hadits sahih:
إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ، ولكن يقبض العلم بقبض
العلماء حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير
علم فضلوا وأضلوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambaNya, tetapi
mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika Allah tidak
menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh,
mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Bukhari no. 100).
Kendatipun telah banyak kyai atau ulama yang telah wafat, dan wafatnya
kyai atau ulama adalah sebuah musibah dalam agama, maka harapan kita
adalah lahirnya kembali ulama yang meneruskan perjuangannya. Aamiin
Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra.:
إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه
“Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak
dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya.” (Ihya ‘Ulumiddin juz 1
halaman 15).
Wallahu a’lam bi ash-Shawab.
www.muslimedianews.com
DOC: Contoh Surat Pernyataan Ahli Waris untuk Klaim BPJS Ketenagakerjaan
5 minggu yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar